Makalah Hukum Tata Negara

KETATANEGARAAN THAILAND
KONSTITUSI, SUPRASTURKTUR DAN SISTEM PEMERINTAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pokok Masalah
1.      Latar Belakang
. Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan.  Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara  terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Dengan dasar tersebut, maka kami mengganggap ketatanegaraan sangat penting dipahami, sehingga kami akan membandingkan sistem ketatanegaraan Negara Thailand dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.      Pokok Masalah
Dalam hal ini yang mejadi pokok masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a)      Bagaimana Bentuk Ketatanegaraan (Konstitusi, Suprastruktur, dan Sistem Pemerintahan) Thailand?
b)      Bagaimana Bentuk Ketatanegaraan (Konstitusi, Suprastruktur, dan Sistem Pemerintahan) NKRI?
c)      Bagaimana Perbandingan Ketatanegaraan Thailand dengan Ketatanegaraan NKRI?
B.     Kerangka Teoritik
1.      Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
a)      Presidensial
Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
b)      Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Sistem  parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang, Thailand, Malaysia, Singapura dan sebagainya.
c)      Semipresidensial
Sistem semipresidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan kedua sistem pemerintahan: presidensial dan parlementer. Terkadang, sistem ini juga disebut dengan Dual Eksekutif (Eksekutif Ganda). Dalam sistem ini, presiden dipilih oleh rakyat sehingga memiliki kekuasaan yang kuat. Presiden melaksanakan kekuasaan bersama-sama dengan perdana menteri. Sistem ini digunakan oleh Republik Kelima Perancis.
d)      Komunis
Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan komunis internasional. Komunisme atau Marxisme adalah ideologi dasar yang umumnya digunakan oleh partai komunis di seluruh dunia. sedangkan komunis internasional merupakan racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme".
Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari pengambil alihan alat-alat produksi melalui peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar ,  namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil dengan melalui perjuangan partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis sebagai alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan akumulasi modal pada individu. pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata, Komunisme memperkenalkan penggunaan sistem demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis oleh karena itu sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan merupakan anggota partai komunis karenanya dalam paham komunisme tidak dikenal hak perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.
e)      Demokrasi liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.[1]
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis).
f)        liberal
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
2.      Pengertian Lembaga Negara
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri . Lembaga negara terbagi dalam beberapa macam dan mempunyai tugas nya masing - masing antara lain:
Tugas umum lembaga negara antara lain :
a.      Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan , politik , hukum , ham , dan budaya
b.      Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif , aman , dan harmonis
c.       Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya
d.      Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat
e.      Memberantas tindak pidana korupsi , kolusi , maupun nepotisme
f.        Membantu menjalankan roda pemerintahan negara[2]
C.    Metedologi
1.      Sifat Penelitian
Makalah ini menggunakan metode deskriptif dan komparatif, yaitu dengan menggambarkan inti masalah yang ada dan membandingkannya dengan membaandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.
a.       Data Primer
Data ini akan diperoleh dari mencermati dan memahami serta membandingkan Sistem Ketatanegaraan Negara Thailand dengan Indonesia.
b.      Data Sekunder
Data ini akan diperoleh dari penelitian kepustakaan seperti membaca buku, surat kabar, media internet dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder meliputi 3 bahan hukum yaitu :
1)   Bahan Hukum Primer
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2)   Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya :
a)    Buku-buku yang berkaitan dengan Struktur Ketatanegaraan
b)   Buku-buku yang berkaitan dengan Sistem Pemerintahan.
3)   Bahan Hukum Tersier
a)    Kamus Hukum.
b)   Kamus Bahasa Indonesia.
c)    Ensiklopedia Hukum.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Kepustakaan
Studi kepustakaan ini akan digunakan dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai buku, surat kabar, perundang-undangan dan media internet, yang berkaitan dengan yang diteliti.
3.      Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis secara analisis komparatif. Yaitu metode analisis data dengan cara membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.

D.    Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah penulisan ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi menjadi lima bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi pokok masalah,  kerangka teoritik, metodelogi, serta sistematika pembahasan.
Pada bab kedua, berisi pembahasan yang meliputi ketatanegaraan thailad (konstitusi, supratruktur, dan sistem pemerintahan), perbandingan ketatanegaraan thailand dengan /negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada bab ketiga, berisi analisa penulis.
Pada bab empat, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang ada.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ketatanegaraan Thailand
1.      Konstitusi Thailand
Thailand  Constitution  2007 adalah konstitusi yang berlaku di Negara Thailand. Konstitusi adalah hukum tertinggi Negara. Ketentuan dari setiap aturan, hukum atau peraturan, yang bertentangan atau tidak konsisten dengan Konstitusi ini, harus ditegakkan. Adapun isi Thailand  Constitution  2007 adalah sebagai berikut[3] :
Ø  Mukadimah
Ø  Bab I Ketentuan Umum
Ø  Bab II Raja
Ø  Bab III Hak dan Kebebasan Rakyat Thailand
Bagian 1 Ketentuan Umum
Bagian 2 Kesetaraan
Bagian 3 Hak dan Kebebasan dari suatu individu
Bagian 4 Hak dalam Proses Peradilan
Bagian 5 Hak Kekayaan
Bagian 6 Hak dan Kebebasan dalam Pekerjaan
Bagian 7 Kebebasan Berekspresi Individu dan Tekan
Bagian 8 Hak dan Kebebasan dalam Pendidikan
Bagian 9 Hak Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan
Bagian 10 Hak Informasi dan Petisi
Bagian 11 Kebebasan untuk Majelis dan Asosiasi
Bagian 12 Hak Masyarakat
Bagian 13 Hak untuk Melindungi Konstitusi
Ø  Bab IV Tugas Orang Thailand
Ø  Bab V Petunjuk Prinsip Kebijakan Dasar Negara
Bagian 1 Ketentuan Umum
Bagian 2 Kebijakan Keamanan Nasional
Bagian 3 Kebijakan Administrasi Negara
Bagian 4 Agama, Kebijakan Sosial, Kesehatan Masyarakat, Pendidikan dan Kebudayaan
  Bagian 5 Hukum dan Keadilan Kebijakan
  Bagian Kebijakan Luar Negeri 6
  Bagian Kebijakan Ekonomi 7
Bagian 8 Penggunaan Lahan, Sumber Daya Alam dan Kebijakan Lingkungan
Bagian 9 Ilmu, Kekayaan Intelektual dan Kebijakan Energi
  Bagian 10 Partisipasi Masyarakat Kebijakan
Ø  Bab VI Majelis Nasional
        Bagian 1 Ketentuan Umum
        Bagian 2 DPR
        Bagian 3 Senat
        Bagian 4 Berlaku untuk kedua RumahKetentuan
        Bagian 5 Bersama Sidang Majelis Nasional
        Bagian 6 ini Pengesahan UU Organik
        Bagian 7 ini Pengesahan Undang-Undang yang
        Bagian 8 konstitusionalitas dari Hukum
        Bagian 9 Pengendalian Administrasi Negara Urusan
Ø  Bab VII langsung Partisipasi Politik Masyarakat
Ø  Bab VIII Moneter, Keuangan dan Anggaran
Ø  Bab IX Dewan Menteri
Ø  Bab X Pengadilan
        Bagian 1 Ketentuan Umum
        Bagian 2 Mahkamah Konstitusi
        Bagian 3 Pengadilan Kehakiman
        Bagian 4 Pengadilan Administrasi
        Bagian 5 Pengadilan Militer
        Bab XI Organisasi Konstitusi
        Bagian 1 Organisasi Independen
        Bagian 2 Organisasi Lain
Ø  Bab XII Inspeksi Latihan Kekuasaan Negara
        Bagian 1 Pemeriksaan Aset
        Bagian 2 Konflik Kepentingan
        Bagian 3 Penghapusan dari Kantor
        Bagian 4 Prosiding Pidana Terhadap Individu Memegang Posisi Politik
Ø  Bab XIII Etika Orang Memegang Posisi Politik dan Pejabat Negara
Ø  Bab XIV Administrasi Lokal
Ø  Bab XV Perubahan Konstitusi
    Ketentuan peralihan.
2.      Suprastruktur Negara Thailand
A.    Kekuasaan Eksekutif
Thailand mengadopsi sebuah rezim pemerintahan yang demokratis dengan Raja sebagai Kepala Negara.[4] Raja harus bertakhta di posisi ibadah dihormati dan tidak akan dilanggar. Tidak seorangpun akan mengekspos Raja untuk segala macam tuduhan atau tindakan. Raja adalah Buddha dan Penopang agama. Raja memegang posisi Kepala Angkatan Bersenjata Thailand. Sang Raja memilih dan menunjuk orang-orang yang memenuhi syarat untuk menjadi Presiden Privy Council dan tidak lebih dari delapan belas anggota dewan Privy untuk membentuk Dewan Penasihat.

B.     Kekuasaan Legislatif
1)      Majelis Nasional
Kekuasaan Legislatif di Negara Thailand, berada di Lembaga Legislatif yang disebut dengan Majelis Nasional. Parlemen Thailand yang bikameral dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapha, yang terdiri dari Dewan Perwakilan (Sapha Phuthaen Ratsadon) yang beranggotakan 500 orang dan Senat (Wuthisapha) yang beranggotakan 200 orang. Anggota keduanya dipilih melalui pemilu rakyat. Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa bakti selama empat tahun, sementara para senator menjalani masa bakti selama enam tahun.
Majelis Nasional terdiri dari DPR dan Senat Sittings bersama atau terpisah dari Majelis Nasional harus sesuai dengan ketentuan Konstitusi ini Tidak seorangpun akan menjadi anggota DPR dan senator secara bersamaan.
Presiden DPR adalah Presiden Majelis Nasional. Presiden Senat adalah Wakil-Presiden Majelis Nasional.
Dalam kasus dimana tidak ada Presiden DPR, atau Presiden DPR tidak hadir atau tidak dapat melakukan tugasnya, Presiden Senat akan bertindak sebagai Presiden Majelis Nasional di tempatnya
Presiden Majelis Nasional memiliki wewenang dan tugas sebagaimana diatur dalam Konstitusi ini dan akan melakukan proses Majelis Nasional di Sittings bersama sesuai dengan aturan prosedur.
Presiden Majelis Nasional dan orang yang bertindak sebagai Presiden Majelis Nasional di tempat harus tidak memihak dalam kinerja tugas. Wakil Presiden Majelis Nasional memiliki wewenang dan tugas sebagaimana diatur dalam UUD ini dan sebagai dipercayakan oleh Presiden Majelis Nasional.
Tagihan hukum organik dan tagihan dapat diberlakukan sebagai hukum hanya oleh dan dengan saran dan persetujuan dari Majelis Nasional dan ketika tanda tangan Raja telah diberikan atau dianggap diberikan hal tersebut; itu akan mulai berlaku pada publikasi dalam Lembaran Negara.
Anggota DPR atau senator tidak kurang dari sepersepuluh dari jumlah total anggota yang ada DPR masing-masing berhak untuk mengajukan dengan Presiden Rumah yang mereka adalah anggota keluhan menyatakan bahwa keanggotaan dari setiap anggota DPR tersebut telah berakhir menurut pasal 106 (3), (4), (5), (6), (7), (8), (10), atau (11) atau bagian 119 (3 ), (4), (5), (7), atau (8), sebagai kasus mungkin, dan Presiden Dewan dengan siapa keluhan tersebut diajukan harus merujuk ke Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan mengenai apakah keanggotaan orang tersebut telah dihentikan
Ketika Mahkamah Konstitusi telah membuat keputusan, itu akan memberitahukan kepada Presiden House dengan keluhan yang diajukan berdasarkan ayat salah satu keputusan tersebut.
Dalam kasus di mana Komisi Pemilihan berpendapat bahwa keanggotaan seorang anggota DPR atau seorang senator telah dihentikan berdasarkan ayat satu, itu akan merujuk hal ini kepada Presiden Rumah yang orang tersebut adalah anggota dan Presiden Rumah yang kemudian akan merujuk ke Mahkamah Konstitusi untuk keputusan berdasarkan ayat satu dan ayat dua.
Para liburan dari kantor seorang anggota DPR atau seorang senator setelah hari yang keanggotaannya berakhir atau hari di mana Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa keanggotaan anggota yang berakhir tidak mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh anggota seperti dalam kapasitas sebagai anggota termasuk penerimaan honor atau manfaat lainnya oleh anggota tersebut sebelum ia mengosongkan kantor atau Presiden Dewan yang orang tersebut adalah anggota telah diberitahu tentang keputusan Mahkamah Konstitusi, sebagai kasus mungkin jadi, kecuali bahwa dalam kasus liburan kantor atas dasar keberadaan-Nya yang dipilih atau dipilih dalam pelanggaran hukum organik pada pemilihan anggota DPR dan akuisisi senator, honor dan tunjangan lainnya yang diterima dari yang di kantor harus dikembalikan Kekuasaan Yudikatif.[5]
2)      DPR
DPR terdiri dari empat ratus delapan puluh anggota, empat ratus di antaranya adalah dari pemilihan secara konstituensi dan delapan puluh dari mereka berasal dari pemilihan secara proporsional. Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat akan melalui pemilihan langsung dan pemungutan suara secara rahasia, dan pemungutan suara untuk digunakan dalam pemilu harus bervariasi atas dasar pemilu. Aturan dan prosedur untuk pemilihan anggota DPR harus sesuai dengan hukum organik pada pemilihan anggota DPR dan akuisisi senator. Dalam kasus di mana kantor anggota DPR menjadi kosong untuk alasan apapun dan pemilihan anggota DPR belum diadakan untuk mengisi kekosongan, DPR terdiri atas anggota yang ada DPR Tunduk pada ketentuan pasal 109 (2), dalam kasus di mana ada terjadi, selama jangka DPR, setiap penyebab sehingga anggota terpilih dari pemilihan secara proporsional menjadi kurang dari delapan puluh jumlahnya, anggota tersebut akan terdiri dari anggota yang ada.
Dalam kasus di mana ada terjadi, selama pemilihan umum, sebab mengakibatkan anggota DPR terpilih dari pemilu yang kurang dari empat ratus delapan puluh dalam jumlah tetapi tidak kurang dari sembilan puluh lima persen dari jumlah total anggota DPR, anggota tersebut dianggap merupakan DPR. Dalam hal ini, akuisisi bagi pemenuhan dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat akan diselesaikan dalam waktu seratus delapan puluh hari dan para anggota baru akan datang memegang jabatan untuk sisa jangka waktu DPR.[6]
C.     Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif di Negara Thailand dibawah pimpinan dan kekuasaan Dewan Penasehat. Dewan Penasihat dipilih langsung oleh Raja,
Sang Raja memilih dan menunjuk orang-orang yang memenuhi syarat untuk menjadi Presiden Privy Council dan tidak lebih dari delapan belas anggota dewan Privy untuk membentuk Dewan Penasihat.
Privy Council memiliki tugas untuk membuat saran tersebut kepada Raja pada semua hal yang berkaitan dengan fungsi-Nya sebagai Dia dapat berkonsultasi, dan memiliki tugas-tugas lain sebagaimana ditetapkan dalam UUD ini. Sebelum memangku jabatan, seorang anggota Dewan Penasihat harus membuat pernyataan khidmat sebelum Raja dalam kata-kata berikut
"Saya, (nama declarer), lakukan dengan khidmat menyatakan bahwa saya akan setia kepada Yang Mulia Raja dan setia akan melakukan tugas saya dalam kepentingan Negara dan rakyat. Saya juga akan menegakkan dan mematuhi Konstitusi Kerajaan Thailand dalam segala hal.[7]
Seorang Anggota Dewan Penasihat tidak akan menjadi anggota DPR, Senator, Komisaris Pemilihan, Ombudsman, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi hakim, hakim Pengadilan Administratif, anggota Komisi Nasional Kontra Korupsi, anggota Komisi Audit Negara, pejabat pemerintah memegang posisi tetap atau menerima gaji, resmi perusahaan Negara, pejabat Negara lainnya atau anggota atau pejabat partai politik , dan tidak boleh kesetiaan nyata bagi setiap partai politik
D.    Sistem Pemerintahan Thailand
Politik Thailand saat ini dilakukan dalam kerangka monarki konstitusional, di mana Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan dan raja turun-temurun adalah kepala negara. Pengadilan independen dari eksekutif dan legislatif. Bentuk negara Thailand berbentuk Kesatuan.
Sistem pemerintahan Thailand adalah parlementer. Parlemen Thailand yang menggunakan sistem dua kamar dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapha yang terdiri dari Dewan Perwakilan (Sapha Phuthaen Ratsadon) yang beranggotakan 480 orang dan Senat (Wuthisaph)  yang beranggotakan 150 orang.
Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa bakti selama empat tahun, sementara para senator menjalani masa bakti selama enam tahun. raja mempunyai sedikit kekuasaan langsung di bawah konstitusi namun merupakan pelindung Buddhisme Kerajaan Thai dan lambang jati diri dan persatuan bangsa. Raja yang memerintah saat ini dihormati dengan besar dan dianggap sebagai pemimpin dari segi moral, suatu hal yang telah dimanfaatkan pada beberapa kesempatan untuk menyelesaikan krisis politik. kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, yang dilantik sang raja dari anggota-anggota parlemen.


BAB III
KESIMPULAN / PENUTUP

Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan.  Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik.
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.
Dan demikian yang dapat saya tulis, semoga bermanfaat, dan mohon maaf atas kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

v  Lubis, M. Solly, Hukum Tata Negara,Bandung, Mandar Maju:1992
v  Syafiie, Inu Kencana, Andi Azikin, 2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama
v  Thailand Constitution, 2007
v  Tutik, Titik Triwulan.2008.Konstruksi HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, 2008, Jakarta:Kencana
v  Undang-undang Dasar Tahun 1945 Amandemen IV





[1] Moh. Kusnardi, Hukum Tatanegara, hal. 09
[2] Lubis, M. Solly, Hukum Tata Negara,Bandung, Mandar Maju:1992
[3] Syafiie, Inu Kencana, Andi Azikin, 2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama

[4] Thailand Constitution, 2007, Bab I, Bagian Ketentuan Umum, Pasal  2

[5] Thailand Constitution, 2007, Bab VI, Bagian 1 Ketentuan Umum, Pasal 88 s.d. 92


[6] Thailand Constitution, 2007, Bab VI, Bagian 2 DPR, Pasal  94

[7] Thailand Constitution, 2007, Bab I, Bagian Pendahuluan, Pasal  15

No comments:

Post a Comment