TIPOLOGI DAN
KLASIFIKASI
PARTAI POLITIK
DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dari sudut
pandang ilmu hukum tata negara,
Asshiddiqie (2006) mengungkapkan, terdapat beragam pandangan
mengenai partai politik. Salah satu kubu, antara lain dipelopori oleh
Schattschneider melihat partai politik sebagai pilar penentu demokrasi, yang
oleh karenanya sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaanya dalam suatu
sistem politik yang demokratis. Di sisi lain, terdapat pula pandangan skeptis
dan kritis yang melihat partai politik tidak lebih dari kendaraan politik bagi
sekelompok elite yang berkuasa atau yang ingin berkuasa.
Partai politik
merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota – anggotanya mempunyai
orientasi nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara
konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan mereka.
Untuk itulah
penulis akan membahas mengenai orientasi nilai-nilai dan cita-cita dari partai
politik dengan sebuah makalah yang berjudul “Tipologi dan Klasifikasi
Partai Politik di Indonesia”, yang diajukan guna memenuhi tugas akhir
Mata Kuliah Hukum Kepartaian dan Pemilu di Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, dan semoga penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya.
B. Rumusan
Masalah
Dalam hal ini yang mejadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Bagaimana Tipologi Partai
Politik di Indonesia?
2)
Bagaimana Klasifikasi
Partai Politik di Indonesia?
C.
Tujuan Penulisan
Dalam hal ini yang mejadi tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Untuk mengetahui tentang
Tipologi Partai Politik di Indonesia
2)
Untuk mengetahui tentang Klasifikasi
Sistem Kepartaian di Indonesia
D.
Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah penulisan ini, maka penulis dalam penelitiannya
membagi menjadi lima bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub bab yang
disesuaikan dengan luas pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan ini adalah
sebagai berikut :
Pada bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, dan tujuan penulisan, serta sistematika pembahasan.
Pada bab kedua, berisi tinjauan pustaka yang berisi tentang
pengertian partai politik, dan fungsi partai politik
Pada bab ketiga, berisi pembahasan yang berisi tentang tipologi
partai politik di Indonesia dan Klasifikasi Partai Politik di Indonesia.
Pada bab empat, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis akan
menguraikan mengenai kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang ada.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Partai Politik
Menurut UU Republik Indonesia No. 2 tahun
2008 tentang partai politik, partai politik adalah organisasi politik yang
bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara
keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Menurut UU
No.2 Tahun 2011 tentang
partai politik, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Carl J. Friedrich mendefinisikan partai
politik sebagai kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya
kememfaatan bersifat idiil maupun material.2
Secara umum dapat di katakan partai politik
adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan programnya.
Partai politik lokal adalah organisasi
politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili
di suatu daerah secara suka rela atas persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan, anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)/Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota
(DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota
dan Wakil Walikota.
B. Tujuan Partai Politik
Menurut UU No. 2 tahun 2011 tujuan partai politik adalah sebagai berikut:
1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
5) Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
6) Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan
7) Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Tujuan Partai Politik diatas diwujudkan secara konstitusional. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
C. Fungsi Partai Politik
Dalam Asshiddiqie (2006) disebutkan, menurut Andrew Knapp fungsi partai politik mencakup antara lain: Mobilisasi dan integrasi, Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih, Sarana rekruitmen pemilih, dan Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Adapun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi partai politik adalah sebagai sarana:
1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
3) Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4) Partisipasi politik warga negara Indonesia, dan
5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Menurut UU No. 2 tahun 2011 tujuan partai politik adalah sebagai berikut:
1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
5) Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
6) Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan
7) Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Tujuan Partai Politik diatas diwujudkan secara konstitusional. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
C. Fungsi Partai Politik
Dalam Asshiddiqie (2006) disebutkan, menurut Andrew Knapp fungsi partai politik mencakup antara lain: Mobilisasi dan integrasi, Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih, Sarana rekruitmen pemilih, dan Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Adapun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi partai politik adalah sebagai sarana:
1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
3) Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4) Partisipasi politik warga negara Indonesia, dan
5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tipologi
Partai Politik di Indonesia
Tipologi
partai politik adalah pengklasifikasian
berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan
orientassi, komposisi dan fungsi anggota, basis social dan tujuan. Klasifikasi
ini cenderung bersifat tipe ideal karena dalam kenyataan tidak sepenuhnya
demikian. Tetapi untuk tujuan memudahkan pemahaman, tipologi ini sangant
berguna.Di bawah ini diuraikan sejumlah tipologi partai politik menurut
kriteria-kriteria tersebut.
Berikut
pengklasifikasian berbagai partai politik :
1. Berdasarkan Asas dan Orientasi.
Berdasarkan asas
dan orientasinya, partai politik diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Partai Politik Pragmatis
Yaitu suatu
partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada satu
doktrin dan ideology tertentu. Artinya, perubahan waktu,situasi,dan
kepemimpinan akan juga mengubah program,kegiatan,dan penampilan partai politik
pragmatis cendrung merupakan cerminan dari program-program yang disusun oleh
pemimpin utamanya dan gaya kepemimpinan sang pemimpin. Partai ini biasanya
terorganisasikan secara agak longgar. Hal ini tidak berarti partai politik
pragmatis tidak memiliki ideology sebagai identitasnya.
Dalam program dan gaya kepemimpinan terdapat beberapa pola umum yang merupakan penjabaran ideology tersebut. Namun, ideology yang dimaksud lebih merupakan sejumlah gagasan umum daripada sejumlah doktrin dan program konkret yang siap dilaksanakan. Partai pragmatis biasanya muncul dalam system 2 partai berkompetetisi yang relative stabil. Partai democrat dan partai Republik Di Amerika Serikat merupakan contoh partai pragmatis
Dalam program dan gaya kepemimpinan terdapat beberapa pola umum yang merupakan penjabaran ideology tersebut. Namun, ideology yang dimaksud lebih merupakan sejumlah gagasan umum daripada sejumlah doktrin dan program konkret yang siap dilaksanakan. Partai pragmatis biasanya muncul dalam system 2 partai berkompetetisi yang relative stabil. Partai democrat dan partai Republik Di Amerika Serikat merupakan contoh partai pragmatis
b. Partai Politik Doktriner
Yaitu suatu
partai politikyang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai
penjabaran ideology. Ideology yang dimaksud adalah seperangkat nilai politik
yang dirumuskan secara konkret dan sistematis daalam bentuk program-program
kegiatan yang pelaaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai.
Pergantiaan kepemimpinan mengubah gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu,
tetapi tidak mudah mengubah prinsip dan program dasar partai karena ideology
partai sudah dirumuskan secaraa konkret dan partai ini terorganisasikan secaraa
ketat. Partai Komunis dimana saja merupakan contoh Partai Doktriner
c. Partai Politik Kepentingan
Yaitu partai
politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti
petani,buruh,etnis,agama,atau lingkungan hidup yang secaara langsung ingin
berpartisipasi dalam pemerintahan. Partai ini sering ditemui dalam system
baanyak partai tetapi kadangkala terdapat pula dalam system dua partai berkompetensi
namun tak mampu mengakomodasikan sejumlah kepentingan dalam masyarakat.
Misalnya, Partai Hijau di Jerman, Partai Buruh di Australia, dan Partai Petani
Di Swiss
2. Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota
Berdasarkan
komposisi dan fungsi anggotanya partai politik dapat digolongkan menjadi dua.
Yaitu :
a. Partai Massa atau Lindungan
Partai politik
yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara
memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung
bagi berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan
mudah dimenangkan, dan kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga
masyarakat dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan
tertentu.
Kelemahan
partai ini tampak pada saat pembagian kursi (jabatan) dan perumusan kebijakan
karena karakter dan kepentingan setiap kelompok dan aliran akan sangat
menonjol. Ketidak mampuan partai dalam membuat keputusan yang dapat diterima
semua pihak merupakan ancaman bagi keutuhan partai. Partai ini umumnya terdapat
dalam Negara-negaara berkembang yang menghadapi permasalahan intergrasi
nasional. Partai Barisan Nasional di Malaysia, yang merupakan koalisi anatara
Kelompok Melayu , Cina, dan India merupakan salah satu contoh partai massa
b. Partai Kader
Partai yang
mengandalkan kualitas anggota, ketaatan organisasi, dan disiplin anggota
sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotaan dalam partai kader biasanya
sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta
penegakkan disiplin partai yang tanpa pandang bulu.
Struktur
organisasi partai ini sangat hirarkis sehingga jalur perintah dan tanggung
jawab sangat jelas. Karena sifatnya yang demikian partai kader acapkali disebut
sebagai partai yang sangat elitis. Contoh partai kader ini terdapat pada Nazi
di Jerman dan partai komunis dimanapun.
3. Berdasarkan Basis Social dan Tujuan
Menurut basis
sosialnya[2],
partai politik dibagi menjadi 4 tipe. Yaitu :
a. Partai politik yang beranggotakan
lapisan-lapisan social dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan
bawah.
b. Partai politik yang anggotanya berasal dari
kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani,buruh dan pengusaha.
c. Partai politik yang anggota-anggotanya
berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti islam,katolik,protestan dan hindu.
d. Partai politik yang anggota-anggotanya
berasal dari kelompok budaya tertentu,seperti suku bangsa ,bahasa dan daerah
tertentu.
Dalam
kenyataanya kebanyakan partai politik tak hanya mempunyai basis social dari
kalangan tertentu, tetapi juga dari berbagai kalangan dengan satu atau dua
kelompok sebagai pihak yang dominan.
Pendukung partai democrat di Amerika Serikat pada
umumnya berasal dari kalangan menengah dan bawah,berkulit hitam dan Katolik.
Hal ini tidak berarti pendukung partai ini tidak ada yang berasal dari kalangan
atas, kulit putih dan Protestan.
Berdasarkan
tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga. Yaitu :
a.
Partai
Perwakilan Kelompok
Partai yang
menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin
kursi dalam parlemen seperti Barisan Nasional di Malaysia.
b.
Partai
Pembinaan Bangsa
Partai yang
betujuan menciptakan kesatuan nasional dan biasanya menindas
kepentingan-kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.
c.
Partai
Mobilisasi.
Partai yang
berupaya memobilisasi masyarakat kearah tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin
partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan.
Partai ini cenderung bersifat monopolistis karena hanya ada satu partai dalam
masyarakat. Partai komunis di Negara-negara komunis merupakan contoh partai
mobilisasi.
B. Klasifikasi Sistem
Kepartaian di Indonesia
Klasifikasi
sistem kepartaian yaitu bagaimana partai politik berinteraksi datu sama
lain dan berinteraksi dengan unsur-unsur lain dari sistem itu. Analisis semacam
ini dinamakan “sistem kepartaian” pertama kali oleh
Maurice Duverger dalam bukunya Portilikal Parties.
Duverger
mengadakan kalasifikasi menurut tiga kategori, yaitu sistem partai tunggal,
sistem dwi-partai, dan sistem multi partai;
1. Sistem Partai-Tunggal
Pola partai
tunggal terdapat dibeberapa negara: Afrika, China, dan Kuba, sedangkan dalam
masa jayanya Uni Soviet dan beberapa negara Eropa Timur termasuk dalam kategori
ini. Suasana kepartoaian dinamakan non-kompetitif kearena semua partai harus
menerima pimpinan dari partai yang dominan dan ridakd dibenarkan bersaing
dengannya. Fungsi partai adalah menyakinkan atau memaksa masyarakat untuk
menerima persepsipimpinan parti mengenai kebutuhan utama dari masyarakat
seluruhnya. Dewasa ini banyak negara afrika pindah kesistem multi partai.
Di indonesia
pada tahun 1945 ada usaha mendirikan partai tunggal sesuai dengan pemikiran
yang ada pada saat itu banyak dianut dinegara-negara yang baru melepaskan diri
dari rezim kolonial. Diharapkan partai itu akan menjadi ”motor perjuangan”.
Akan tetapi sesudah beberapa bulan usaha itu dihentikan sebelum terbentuk
secara konkret. Penolakan ini antara lain disebabkan karena dianggap berbau
fasis.
2. Sistem Dwi-Partai
Dalam
kepustkaan ilmu politik pengertian sistem dwi-partai biaasanya diartikan bahwa
ada dua partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan
umum secara bergiliran, dan dengan demikian mempunyai kedudukan dominan. Dalam
sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengancam utama tapi yang setia
(loyal opposition) terhadap kebjakan partai yang duduk dalam pemerintahan,
dengan pengertian bahwa peran ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan.
Dalam
persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut
dukunygan orang-orang yang ada ditengah kedua partai dan sering dinamakan
pemilihan terapung (floating vote) atau pemilih ditengah (median vote). Sistem
dwi-partai pernah disebut a konvenient system for contented people dan memang
kenyatanya ialah bahwa sistem dwi-partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi
tiga dsyarat, yaitu komposisi masyarakat bersifat homogen (sosial homogenity),
adanya konsensus kuat dalam masyarakat mekngenai asas dan tujuan sosial dan
politik (political consensus), dan adanya kontinuitas sejarah (historial
continuity).[3]
Disamping
kedua partai ini, ada beberapa partai kecil lainnya, diantaranya partai liberal
demokrat. Pengaruh partai ini biasanya terbatas, tetapi kedudukanya berubah
menjadi sangat krusial pada saat perbedaan dalam perolehan suara dari kedua
partai besar dalam pemilihan umum sangat kecil.
Dalam situaasi
seperti ini partai pemenang terpaksa membentuk koalisidengan partai leberal
demokrat atau partai kecil lainnya.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih konduktif untuk terpeliharanya stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih konduktif untuk terpeliharanya stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi.
Akan tetapi
perlu juga diperhatikan peringatan ilmu sarjana ilmu politik Robert Dahl bahwa
dalam masyarakat yag terpolarisasi sistem dwi-partai malahan dapat mempertajam
perbedaan pandangan antara kedua belah pihak, karena tidak ada kelompok
ditengah-tengah yang dapat meredakan suasana konflik.[4]
Sistem
dwi-partai umumnya diperkuat dengan dipergunakan sistem pemilihan single-member
counstituency (Sistem Distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat
dipilih satu saja.sistem pemilihan ini cendrung menghambat pertumbuhan partai
kecil, sehingga dengan demikian memperkokoh sistem dwi-partai.[5]
Di Indonesia
pada tahun 1968 ada dusaha untuk mengganti sistem multi-partai yang telah
berjalan lama dengan sistem dwi-partai, agar sistem ini dapat membatasi
pengaruh partai-partai yang talah lama mendominasi kehidupan politik. Beberapa
asas dirasakan menghilagi beban eksekutif untuk menyeleggarakan pemerintahan
yang baik. Akan tetapi eksperimen dwi-partai ini, sudah diperkenalkan
dibeberapa wilayah, ternyata mendapat tantangan dari partai-partai yang merasa
terancam eksistensinya. Akhirnya gerakan ini dihentiakan pada tahun 1969.
3. Sistem Multi-Partai
Umumnya
dianggap bahwa keaneragaman budaya politik suatu masyarakat mendorong pilihan
kearah sistem multi-partai. Perbedaan tajam antara ras, agama, atau suku bangsa
mendorong golongan-golongan masyarakat lebih cendrung menyalurkan ikatan-ikatan
terbatasnya (primoedial) dalam suatu wadah yang sempit saja. Dianggap bahwa
pola multi-partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik dari
pada pola dwi-partai.
Sistem
multi-partai ditemukan antara lain di IndodesiaMalaysia, Nederland, Australia,
Prancis, Swedia, dan Federasi Rusia. Prancis mempunyai jumlah partai yang
berkisar 17 dan 28, sedangkan di Federasi Rusia sesudah jatuhnya partai komunis
jumlah partai mencapai 43.
Sistem multi-partai, apalagi jika dihubuingkan dengan sistem pemerintahan parlementer, mempunyai kecendrungan untuk menitikberatkan kekuasan pada badan legislatif, sehingga peran badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering didebabkan karena tidakd ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai yang berkoalisi harus selalu mengadakan musyrawarah dan kompromi dengan mitranya dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam koalisi akan ditarik kembali, sehingga mayoritasnya dalam parlemen hilang.[6]
Sistem multi-partai, apalagi jika dihubuingkan dengan sistem pemerintahan parlementer, mempunyai kecendrungan untuk menitikberatkan kekuasan pada badan legislatif, sehingga peran badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering didebabkan karena tidakd ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai yang berkoalisi harus selalu mengadakan musyrawarah dan kompromi dengan mitranya dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam koalisi akan ditarik kembali, sehingga mayoritasnya dalam parlemen hilang.[6]
Dalam situasi
dimana terdapat satu partai yang dominan, stabilitas politik dapat lebih
dijamin. India dimasa lampau sering dikemukakan sebagai negara yang didomonasi
satu partai (one-perty dominance), tetapi karena suasana kompetitif, pola
dominasi setiap waktu dapat berubah. Hal ini dapat dilihat pada pasang surutnya
kedudukan partai kongres. Partai ini mulai dari zaman kemerdekaan menguasai
kehidupan politik india. Jumlah wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat pada
saat itu melebihi jumlah total wakit partai-partai lainnya, dan karena itu
sering disebut sistem satu setengah partai (one andhalf party system).[7]
Sedangkan
partai kongres mengelami kemunduran sesudah pemiliahan umum tahun 1967, namun
ia berhasil memerintah india pada tahun 1977. Pada tahun 1978 sampi 1980 partai
kongres mengadakan koalisi dengan Bharatya Janata Party. Akan tetapi hal ini
berarti bahwa pemerintah kolisi selalu lemah. Belanda, Norwegia, dan Swedia
merupakan contoh dari pemerintah yang dapat mempertahankan stabilitas dan
kontinunitas dalam kebijak publiknya.
Pola multi-partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan pemerintahan berimbang (proportional Representational) yang memberi kesempatan luas bagi petumbuhan partai-partai dan golongan-golongan baru.[8]
Pola multi-partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan pemerintahan berimbang (proportional Representational) yang memberi kesempatan luas bagi petumbuhan partai-partai dan golongan-golongan baru.[8]
Sistem ini
telah melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang berbeda-beda. Mulai
1989 indonesia berupaya untuk mendirikan suatu sistem multi-partai yang
mengambil unsur-unsur positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari
unsur negatifnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa
parai politik adalah suatu kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya
memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan
kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat
berbeda dengan gerakan (movement) dan berbeda juga dengan kelompok penekan
(pressur group) atau istilah yang lebih banyak digunakan pada dewasa ini yang
memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang ingin melakukan
perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa partai
politik dapat ,menjadi penghubung psikologis dan organisasional antara warga
Negara dengan pemerintahannya. Selain itu partai juga melakukan konsolidasi dan
srtikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai kelompok
masyarakat.
B. REKOMENDASI
Untuk tetap
memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi, tentu partai
politik lebih maksimal memikirkan nasib masyarakat ketimbang memperebutkan
kursi kekuasaan. Sedangkan dalam konteks konflik internal partai politik,
meminimalisir mungkin adanya sikap politik yang bisa merusak citra partai
politik itu sendiri, tetap membuka adanya ruang bagi kedua pihak yang bertikai
untuk melakukan komunikasi politik yang lebih sehat dan lebih konsisten pada aturan
main organisasi.
Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi
partai politik juga harus memberikan ruang bagi terbangunnya suatu sistem
manajemen konflik yang lebih baik. Agar konflik personal maupun kelompok maupun
yang terjadi diluar partai tidak bisa berkembang, mampu kendalikan sehingga
tidak melahirkan suasana ketegangan yang apalagi perlaku negatif yang bisa
merusak.
DAFTAR PUSTAKA
Amal,
Ichlasul. “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”.PT Tiara Wacana,
Yogyakarta. 1996
Budiarjo,Mariam
.“Partisipasi dan Partai Politik”.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1998.
Dasar-Dasar
Ilmu Politk. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.
Ibid
Imawan, Riswandha, Membedah
Politik Orde Baru Catatan Dari Kaki
Peter G.J. Pulzer, Political
Representation and Elections in Britain (London: George Allen and Unwin Ltd.,
1967
Sigmund Neumann. “ Modern
Political Parties,” dalam Comparative Politics: A Reader, diedit oleh
Harry Eckstein dan David E. Apter (London: The Free Press of Glencoe, 1963
Simon, Roger. Gagasan-gagasan
Politik Gramsci, Trj. Pustaka Pelajar, 2004Merapi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1997.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”.
Grasindo, Jakarta, 1992.
[3] Peter G.J.
Pulzer, Political Representation and Elections in Britain (London: George Allen
and Unwin Ltd,1967),hlm. 41
[4] Robert A.Dahl,
Political Oppositions in Western Democracy (New Heaven,Connecticut: Yale
University Perss 1966) hlm. 394.
[8] Ibid. hlm.
245. Lihat juga PJ. Oud, Het Constitutioneel Recht van het koninkrijk der
Nederlanden (Zwolle: Tjeenk Willink,1947), Mid I, hlm.248
No comments:
Post a Comment