Makalah Perbandingan Hukum Tata Negara

PERBANDINGAN KETATANEGARAAN BELANDA DENGAN NKRI
KONSTITUSI, SUPRASTURKTUR DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BAB I
PENDAHULUAN

  I.            Pokok Masalah
a.      Latar Belakang
. Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan.  Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara  terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Dengan dasar tersebut, maka kami mengganggap ketatanegaraan sangat penting dipahami, sehingga kami akan membandingkan sistem ketatanegaraan Negara Belanda dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Pokok Masalah
Dalam hal ini yang mejadi pokok masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a)      Bagaimana Bentuk Ketatanegaraan (Konstitusi, Suprastruktur, dan Sistem Pemerintahan) Belanda?
b)      Bagaimana Perbandingan Ketatanegaraan Belanda dengan Ketatanegaraan NKRI?
  II.          Kerangka Teoritik
a.      Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
b.      Pengertian Lembaga Negara
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri
c.       Negara Belanda
Untuk memberikan landasan dalam penulisan proposal ini perlu dijelaskan mengenai teori yang digunakan dalam membahas penelitian ini, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan pembahasan yang sistematis dan komprehensif dengan memadukan literature yang ada.
Negara Belanda atau yang disebut juga Koninkrijk der Nederlanden memiliki arti secara harfiah adalah Kerajaan Tanah. Negara Belanda berada di bagian Eropa barat laut. Di sebelah timur negara ini berbatasan dengan negara Jerman, di sebelah selatan berbatasan dengan Belgia dan di sebelah berbatasan dengan Laut Utara. Ibukota belanda terdapat di Amsterdam, Den Haag. Pemerintahan negeeri Belanda menganut sistem monarki konstitusional, dimana pemerintahan didirikan di bawah sistem konstitusional yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep  trias politica atau politik tiga serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Jika seorang raja mempunyai kekuasaan pemerintahan yang penuh, ia disebut monarki mutlak atau monarki absolut.
Karena negara Belanda menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional maka proses pemerintahan ini memiliki suatu dampak yaitu adakalanya datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta atau adakalanya proses konstitusional itu berlaku karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Pemerintahan Belanda dipegang oleh ratu Beatrix Wilhelmina Armgard sejak tahun 1980 sampai sekarang. Ratu berhak menunjuk seorang wakil untuk menjalankan kekuasaan legislatif, yaitu sebagai anggota Majelis Rendah. Mereka mempunyai hak inisiatif mengajukan rancangan undang-undang.
   III.     Metedologi
1.      Sifat Penelitian
Makalah ini menggunakan metode deskriptif dan komparatif, yaitu dengan menggambarkan inti masalah yang ada dan membandingkannya dengan membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.
a.       Data Primer
Data ini akan diperoleh dari mencermati dan memahami serta membandingkan Sistem Ketatanegaraan Negara Belanda dengan Indonesia.
b.      Data Sekunder
Data ini akan diperoleh dari penelitian kepustakaan seperti membaca buku, surat kabar, media internet dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder meliputi 3 bahan hukum yaitu :
1)   Bahan Hukum Primer
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2)   Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya :
a)    Buku-buku yang berkaitan dengan Struktur Ketatanegaraan
b)   Buku-buku yang berkaitan dengan Sistem Pemerintahan.
3)   Bahan Hukum Tersier
a)    Kamus Hukum.
b)   Kamus Bahasa Indonesia.
c)    Ensiklopedia Hukum.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Kepustakaan
Studi kepustakaan ini akan digunakan dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai buku, surat kabar, perundang-undangan dan media internet, yang berkaitan dengan yang diteliti.
3.      Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis secara analisis komparatif. Yaitu metode analisis data dengan cara membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.



   IV.     Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah penulisan ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi menjadi lima bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi pokok masalah,  kerangka teoritik, metodelogi, serta sistematika pembahasan.
Pada bab kedua, berisi pembahasan yang meliputi ketatanegaraan Belanda (konstitusi, supratruktur, dan sistem pemerintahan), perbandingan ketatanegaraan Belanda dengan /negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada bab ketiga, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan analisa penulis dan saran. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang ada.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ketatanegaraan Belanda
1.      Konstitusi Belanda
Konstitusi belum dikenal di Belanda pada Abad Pertengahan. Penguasa memiliki kekuasaan penuh dan tidak perlu menyesuaikan diri pada hukum. Beberapa waktu kemudian, sebagian orang tertentu memperoleh hak yang diberikan oleh penguasa, tetapi baru pada Abad ke-18 setiap orang tanpa kecuali mempunyai hak dan bahwa setiap lembaga negara berkewajiban melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini ditetapkan dalam Konsitusi di Belanda pada tahun 1798. "Konstitusi Kerajaan Belanda" yang masih berlaku sampai sekarang dirancang pada tahun 1815.
Konstitusi tidak mudah dirubah-rubah seperti peraturan yang lain. Namun demikian, perubahan yang signifikan terhadap Konstitusi pernah terjadi di Belanda. Pada tahun 1848 Raja William II setuju untuk merubah Konstitusi yang menyatakan bahwa kekuasaan monarki dikurangi dan kekuasaan rakyat menjadi lebih besar. Perubahan ini begitu dramatisnya sehingga "Konstitusi 1848", yang dirancang oleh ahli hukum konstitusional Thorbecke, dianggap sebagai awal dari lahirnya demokrasi di Belanda. Namun baru pada tahun 1917 hak untuk memilih dalam pemilu diperluas mencakup semua pria, sedangkan kaum wanita diberi hak pasif untuk pertamakalinya. Pada tahun 1922, hak aktif untuk memilih bagi kaum wanita akhirnya ditetapkan dalam Konstitusi walaupun sudah diusulkan sejak tahun 1919.
Konstitusi yang berlaku di belanda adalah Konstitusi 1848 , dirancang oleh ahli hukum konstitusional Thorbecke, konstitusi belanda menitikberatkan pada kekuasaan rakyat. Perubahan konstitusi kerajaan Belanda terjadi beberapa kali yaitu pada tahun 1814, 1848, dan 1972. Masalah perubahan konstitusikerajaan ini diatur dalam Bab (Hoofdstak) XIII dan terdira dari 6 pasal yaitu pasal 193 (210 lama) sampai pada pasal 198 (215 lama). Cara yang dilakukan dalam rangka perubahan itu adalah dengan memperbesar jumlah anggota staten general parlemen sebanyak dua kali lipat. Keputusan tentang perubahan atau penambahan tersebut adalah sah apabila disetujui sejumlah suara yang sama dengan dua pertiga dari yang hadir, akan tetapi dalam Grondwet (undan-undang dasar) Belanda tahun 1815 prosedur di atas diperberat, yaitu memenuhi kuorum yakni sekurang-kurangnya setengah dari anggota sidang staten general ditambah satu (UU 1814 pasal 144). Dengan demikian perubahan undang-undang dasar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah oleh jumlah anggota staten general yang telah dijadikan dua kali lipat ditambah satu.[1]

2.      Suprastruktur Negara Belanda
A.    Kekuasaan Eksekutif
Menurut UUD Belanda, kekuasaan eksekutif ada di tangan Raja/Ratu. Karena Raja/Ratu tidak dapat diganggu gugat (onschendbaar), maka kekuasaan Pemerintah diletakkan di tangan kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri dan menteri-menterinya yang bertanggung jawab pada parlemen. Para Menteri mengundurkan diri sehari sebelum pemilu yang diadakan setiap empat tahun sekali. Raja/Ratu hanya bertindak atas nasehat Raad van Staten (Council of State), juga dapat meminta nasehat dari ketua parlemen, ketua ketua fraksi dalam parlemen, ketua ketua partai, dan kalangan non politik. Perdana Menteri diangkat oleh Raja/Ratu dan para Menteri diangkat oleh Raja/Ratu atas rekomendasi Perdana Menteri. 
Pemerintah Provinsi terdiri dari 3 organ, yaitu : 
1)      Provinciale Staten (Dewan Perwakilan Provinsi) 
Anggota-anggota Provinciale Staten dipilih secara langsung oleh rakyat di provinsi tersebut untuk masa empat tahun. Provinciale staten berwenang dalam pembuatan peraturan daerah dan mempunyai wewenang pengawasan terhadap satuan – satuan pemerintahan yang lebih rendah yang pelaksanaannya diserahkan kepada Gedeputeerde Staten dan komisi – komisi. Provinciale staten dikepalai orang gubernur. Gubernur ini tidak merangkap sebagai anggota. 
2)      Gedeputeerde Staten (Badan Pengurus Harian Provinsi) 
Gedeputeerde Staten anggotanya dipilih oleh Provinciale Staten. Gedenputeerde Staten merupakan badan pimpinan dan pelaksana harian pemerintah provinsi. Gedeputeerde Staten mempunyai kewajiban untuk melaksanakan keputusan Gedeputeerde Staten dan mengawasi Gemeente (Kota Madya). Dengan demikian anggaran/keuangan Gemeente dan lain-lain harus mendapat persetujuan Gedeputeerde Staten. 
3)      Commissaris der Koning/Koningin (Gubernur) 
Commissaris der Koning/Koningin diangkat oleh Raja/Ratu dan menjadi Ketua Gedeputeerde Staten.

Pemerintah Gemeente (Kota Madya) mempunyai 3 organ :
a)      Gemeenteraad (Dewan Kota Madya) 
Dipilih oleh warga yang tinggal di kota tersebut baik penduduk asli, maupun penduduk warga negara asing. Gemeenteraad berwewenang untuk membuat peraturan daerah. 
b)      College van Burgemeester en Wethouders (Wali Kota dan pelaksana pemerintahan Kota Madya) 
Merupakan kerjasama kolegial antara walikota dengan dewan kota. Badan ini merupakan badan yang menyelenggarakan pemerintahan sehari – hari. Badan ini mempunyai wewenang antara lain : melaksanakan keputusan dewan, memutuskan perselisihan yang timbul dalam melaksanakan keputusan dewan, mengumumkan dan mengundang keputusan dewan.

B.     Kekuasaan Legislatif
Dalam kekuasaan legislatif Belanda, Raja/Ratu menunjuk seorang wakil untuk menjalankan kekuasaan legislatif tersebut. Wakil yang ditunjuk tersebut yaitu sebagai anggota Tweede Kamer (Majelis Rendah). Mereka mempunyai hak inisiatif untuk mengajukan rancangan undang - undang. Fungsi mereka hampir sama dengan fungsi legislatif di Indonesia. 

      Suatu RUU, setelah mendapat persetujuan Tweede Kamer, harus diajukan kepada Eerste Kamer (Majelis Tinggi) untuk mendapatkan persetujuan. Oleh karena tidak memiliki hak amandemen terhadap suatu RUU, Eerste Kamer hanya dapat menyetujui atau menolaknya. RUU dapat pula diajukan oleh Menteri. RUU yang telah disetujui mulai berlaku diundangkan dalam lembaran negara (staatsblad)
C.     Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif mempunyai kedudukan yang bebas dari dua kekuasaan lainnya. Raja/Ratu hanya memiliki wewenang untuk mengangkat anggota-anggota yudikatif. Di Belanda terdapat empat tingkat badan pengadilan, yaitu : 
1)      Canton
2)      Rechtbank 
3)      Gerechtschof 
4)      Hoge Raad 
Anggota-anggota Hoge Raad diangkat oleh Raja/Ratu dari calon-calon yang diajukan oleh Tweede Kamer.[2]

3.      Bentuk Dan Sistem Pemerintahan Belanda
a)      Bentuk Pemerintahan Belanda
Belanda adalah sebuah negara kesatuan. Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan. Bentuk pemerintahan kesatuan diterapkan oleh banyak negara di dunia.
Ratu merupakan Kepala Negara yang melambangkan persatuan Belanda. Ratu terikat pada konstitusi dan fungsinya lebih banyak bersifat seremonial, namun juga memiliki beberapa kewenangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi the House of Orange.
b)      Sistem Pemerintahan Belanda
Belanda adalah sebuah negara monarkhi konstitusional. Monarki konstitusional adalah sejenis monarki yang didirikan di bawah sistem konstitusional yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica, atau politik tiga serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Belanda adalah sebuah negara monarkhi konstitusional. Ratu merupakan Kepala Negara yang melambangkan persatuan Belanda. Ratu terikat pada konstitusi dan fungsinya lebih banyak bersifat seremonial, namun juga memiliki beberapa kewenangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi the House of Orange. Ratu dalam hal ini menunjuk formatur yang akan membentuk Dewan Menteri (Council of Ministers) setelah dilakukan pemilihan umum. Pemerintah negara pada dasarnya terdiri dari tiga institusi utama, yaitu; Ratu, Dewan Menteri, dan Parlemen (States General). Dewan menteri merencanakan dan melaksanakan kebijakan pemerintahan. Ratu bersama-sama dengan Dewan Menteri disebut dengan the Crown.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Belanda adalah parlementer. Sistem pemerintahan parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri. Parlemen juga dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.[3]

B.     Ketatanegaraan NKRI
1.      Konstitusi NKRI
Konstitusi bangsa Indonesia secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats). Menurut pemikiran Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental rights). Indonesia yang notabene adalah negara hukum. Negara hukum berarti setiap warga negara harus tunduk dan taat kepada hukum sebagai sarana “problem solving” masyarakat. Hukum di negara hukum harus menjadi panglima apabila negeri ini ingin hidup tertib dan terjamin perlindungan hak-hak setiap warganya.
Agar dapat selalu mengikuti perkembangan dan pemenuhan akan hak-hak dasar manusia, maka sebuah konstitusi haruslah mempunyai aspek yang dinamis dan mampu menangkap fenomena perubahan sejarah (historical change), sehingga dapat menjadikannya sebagai suatu konstitusi yang selalu hidup (living constitution).
Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan basic rights dan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya.
Mahkamah Konstitusi yang kini melembaga dalam salah satu struktur lembaga hukum di Indonesia berawal dari fakta reformasi nasional tahun 1998, dan kemudian hal itu telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (kemudian akan kita sebut UUD RI 1945) yang disakralkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk tidak direvisi.
Setelah reformasi, konstitusi Indonesia telah mengalami perubahan dalam satu rangkaian empat tahap, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 (UUD RI 1945). Salah satu perubahan dari UUD RI 1945 adalah dengan telah diadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan ‘checks and balances’ sebagai pengganti sistem supremasi parlemen.
Dalam Pasal 24C hasil perubahan ketiga UUD RI 1945, dimasukkannya ide pembentukan Mahkamah Konstitusi kedalam konstitusi negara kita sebagai organ konstitusional baru yang sederajat kedudukannya dengan organ konstitusi lainnya. Fungsi Mahkamah Konstitusi telah dilembagakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24, 2003), sejak tanggal 13 Agustus 2003.  Amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (21) pasal 24c dan pasal 7b Undang-undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada tanggal 9 November 2001.
Hal ini disahkan dengan adanya ketentuan Pasal 24C ayat (6) UUD RI 1945 yang menentukan: “Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.” Oleh karena itu, sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai mestinya, Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 13 Agustus 2003 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi telah dilakukan dengan proses rekruitmen calon hakim menurut tata cara yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang berbunyi “Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
Mahkamah Konstitusi secara resmi dibentuk dengan adanya Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 dan setelah pelantikan dan pengucapan sumpah tanggal 16 Agustus 2003, maka kewenangan transisi Mahkamah Agung yang dibebani tugas oleh pasal III Aturan Peralihan UUD RI 1945, untuk melaksanakan segala kewenangan Mahkamah Konstitusi telah berakhir. Untuk itu akan dibahas kewenangan mahkamah konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan peranannya sebagai penjaga konstitusi seperti yang diatur dalam UUD RI 1945 dengan meninjau keberadaannya dalam tatanan hukum di Indonesia.[4]

2.      Suprastruktur NKRI
Gambar : Struktur Kelembagaan Sesudah Amandemen UUD 1945.[5]

3.      Sistem Pemerintahan NKRI
Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 – 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 – 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 – 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 – 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin.
 Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen  dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 – 2002. Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan sebelum terjadi amandemen dan setelah terjadi amandemen pada UUD 1945.

Ø  MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
Ø  Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
Ø  DPR berperan sebagai pembuat Undang – Undang
Ø  BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan
Ø  DPA berfungsi sebagai pemberi saran/pertimbangan kepada presiden / pemerintahan
Ø  MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki aturan yang diterbitkan pemerintah Kekuasaan legislatif lebih dominan.
Ø  Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Ø  Rakyat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden
Ø  MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
Ø  Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota DPD yang dipilih secar langsung oleh rakyat

Dalam sistem pemerintahaan presidensiil yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang menjadi perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat terhadap pemerintahan juga kura begitu berpengaruh karena pada dasarnya terjadi kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di tangan presiden. Selain itu, terlalu sering terjadi pergantian pejabat di kabinet karena presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan itu.

C.    Perbandingan Ketatanegaraan Belanda dengan NKRI
Secara garis besar Perbandingan Ketatanegaraan Thailan dengan Negara Kesatuan Repubklik Indonesia adalah sebagai berikut :
Perbedaan
Indonesia
Belanda
Konstitusi
UUD 1945
Konstitusi 1848
Suprastruktur
Eksekutif : Presiden dan Wakil Presiden
Eksekutif : Ratu
Legislatif : DPR, DPD
Legislatif : Tweede Kamer (Majelis Rendah)
                   Eeerste Kamer (Majelis Tinggi)
Yudikatif : MA, MK
Lembaga Yudikatif :
1)      Canton
2)      Rechtbank 
3)      Gerechtschof 
4)      Hoge Raad 
Eksaminatif : BPK, KPK
Lembaga Bantu Negara : Komisi Yudisial
Sistem Pemerintahan
Presidensial
(Demokrasi Multipartai)
Parlementer
Monarki Konstitusional
Bentuk Negara
Republik
Kerajaan
Kepala Pemerintahan
Presiden
Perdana Menteri
Kepala Negara
Presiden
Raja/Ratu



BAB III
KESIMPULAN / PENUTUP

Negara Belanda atau yang disebut juga Koninkrijk der Nederlanden memiliki arti secara harfiah adalah Kerajaan Tanah. Negara Belanda berada di bagian Eropa barat laut. Di sebelah timur negara ini berbatasan dengan negara Jerman, di sebelah selatan berbatasan dengan Belgia dan di sebelah berbatasan dengan Laut Utara. Ibukota belanda terdapat di Amsterdam, Den Haag.
Pemerintahan negeeri Belanda menganut sistem monarki konstitusional, dimana pemerintahan didirikan di bawah sistem konstitusional yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep  trias politica atau politik tiga serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Jika seorang raja mempunyai kekuasaan pemerintahan yang penuh, ia disebut monarki mutlak atau monarki absolut.
Karena negara Belanda menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional maka proses pemerintahan ini memiliki suatu dampak yaitu adakalanya datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta atau adakalanya proses konstitusional itu berlaku karena adanya revolusi rakyat terhadap raja.
Pemerintahan Belanda dipegang oleh ratu Beatrix Wilhelmina Armgard sejak tahun 1980 sampai sekarang. Ratu berhak menunjuk seorang wakil untuk menjalankan kekuasaan legislatif, yaitu sebagai anggota Majelis Rendah. Mereka mempunyai hak inisiatif mengajukan rancangan undang-undang. Dan demikian yang dapat kami tulis, semoga bermanfaat, dan mohon maaf atas kekurangan.











DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Lubis, M. Solly, Hukum Tata Negara,Bandung, Mandar Maju:1992
Syafiie, Inu Kencana, Andi Azikin, 2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama
Tutik, Titik Triwulan.2008.Konstruksi HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, 2008, Jakarta:Kencana
Undang-undang Dasar Tahun 1945 Amandemen IV

Internet :
www.dpr.go.id / K1_kunjungan_Kunjungan_Kerja_Komisi_I_ke_Belanda diakses tanggal 25-10-2013






[3] Syafiie, Inu Kencana, Andi Azikin, 2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama
[4] Titik Triwulan Tutik, S.h, M.H, Konstruksi HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, 2008, Kencana:Jakartahal 107.
[5] Titik Triwulan Tutik, S.h, M.H, Konstruksi HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, 2008, Kencana:Jakarta hal 20

No comments:

Post a Comment