PERBANDINGAN KETATANEGARAAN BELANDA DENGAN NKRI
KONSTITUSI, SUPRASTURKTUR DAN SISTEM
PEMERINTAHAN
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Pokok Masalah
a.
Latar Belakang
. Negara adalah
suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai
kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system)
yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak
dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan
suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan. Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam
ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu
negara terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang
menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber
yang ada.
Di
Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan
kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat
terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK,
BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga
yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat,
sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik
kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan
penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Dengan dasar tersebut, maka kami
mengganggap ketatanegaraan sangat penting dipahami, sehingga kami akan
membandingkan sistem ketatanegaraan Negara Belanda dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Pokok Masalah
Dalam hal ini yang mejadi pokok masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Bagaimana Bentuk Ketatanegaraan
(Konstitusi, Suprastruktur, dan Sistem Pemerintahan) Belanda?
b) Bagaimana Perbandingan Ketatanegaraan Belanda
dengan Ketatanegaraan NKRI?
II.
Kerangka Teoritik
a.
Pengertian
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah
sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis,
absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan
masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga
fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya
sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga
kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku
reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
b.
Pengertian Lembaga Negara
Lembaga negara adalah lembaga
pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut
dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk
membangun negara itu sendiri
c.
Negara Belanda
Untuk memberikan landasan dalam penulisan proposal ini perlu
dijelaskan mengenai teori yang digunakan dalam membahas penelitian ini,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan pembahasan yang sistematis dan
komprehensif dengan memadukan literature yang ada.
Negara Belanda atau yang disebut juga
Koninkrijk der Nederlanden memiliki arti secara harfiah adalah Kerajaan Tanah.
Negara Belanda berada di bagian Eropa barat laut. Di sebelah timur negara ini
berbatasan dengan negara Jerman, di sebelah selatan berbatasan dengan Belgia
dan di sebelah berbatasan dengan Laut Utara. Ibukota belanda terdapat di
Amsterdam, Den Haag. Pemerintahan negeeri Belanda menganut sistem monarki
konstitusional, dimana pemerintahan didirikan di bawah sistem konstitusional
yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki konstitusional
yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica atau politik tiga
serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Jika
seorang raja mempunyai kekuasaan pemerintahan yang penuh, ia disebut monarki
mutlak atau monarki absolut.
Karena negara Belanda menganut sistem
pemerintahan monarki konstitusional maka proses pemerintahan ini memiliki suatu
dampak yaitu adakalanya datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta
atau adakalanya proses konstitusional itu berlaku karena adanya revolusi rakyat
terhadap raja. Pemerintahan Belanda dipegang oleh ratu Beatrix Wilhelmina
Armgard sejak tahun 1980 sampai sekarang. Ratu berhak menunjuk seorang wakil
untuk menjalankan kekuasaan legislatif, yaitu sebagai anggota Majelis Rendah.
Mereka mempunyai hak inisiatif mengajukan rancangan undang-undang.
III. Metedologi
1.
Sifat Penelitian
Makalah ini menggunakan
metode deskriptif dan komparatif, yaitu dengan menggambarkan inti masalah yang
ada dan membandingkannya dengan membandingkan antara
dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.
a. Data Primer
Data ini akan diperoleh dari
mencermati dan memahami serta membandingkan Sistem Ketatanegaraan Negara Belanda
dengan Indonesia.
b. Data Sekunder
Data ini akan diperoleh dari
penelitian kepustakaan seperti membaca buku, surat kabar, media internet dan
peraturan perundang-undangan. Data sekunder meliputi 3 bahan hukum yaitu :
1) Bahan Hukum Primer
Undang-Undang
Dasar Tahun 1945
2) Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya :
a) Buku-buku yang berkaitan
dengan Struktur Ketatanegaraan
b) Buku-buku yang berkaitan
dengan Sistem Pemerintahan.
3) Bahan Hukum Tersier
a) Kamus Hukum.
b) Kamus Bahasa Indonesia.
c) Ensiklopedia Hukum.
2. Teknik Pengumpulan Data
Kepustakaan
Studi kepustakaan ini akan
digunakan dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai buku, surat kabar,
perundang-undangan dan media internet, yang berkaitan dengan yang diteliti.
3. Analisis Data
Dalam penelitian ini data
yang diperoleh akan dianalisis secara analisis komparatif. Yaitu metode
analisis data dengan cara membandingkan. Penelitian ini
dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih
fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran
tertentu.
IV. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah
penulisan ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi menjadi lima bab dan
tiap-tiap bab dibagi dalam sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya.
Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi pokok masalah, kerangka teoritik, metodelogi, serta
sistematika pembahasan.
Pada bab kedua, berisi pembahasan yang meliputi ketatanegaraan
Belanda (konstitusi, supratruktur, dan sistem pemerintahan), perbandingan
ketatanegaraan Belanda dengan /negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada bab ketiga, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan analisa
penulis dan saran. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai
kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ketatanegaraan
Belanda
1.
Konstitusi
Belanda
Konstitusi belum dikenal di Belanda pada Abad
Pertengahan. Penguasa memiliki kekuasaan penuh dan tidak perlu menyesuaikan
diri pada hukum. Beberapa waktu kemudian, sebagian orang tertentu memperoleh
hak yang diberikan oleh penguasa, tetapi baru pada Abad ke-18 setiap orang
tanpa kecuali mempunyai hak dan bahwa setiap lembaga negara berkewajiban
melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini ditetapkan
dalam Konsitusi di Belanda pada tahun 1798. "Konstitusi Kerajaan
Belanda" yang masih berlaku sampai sekarang dirancang pada tahun 1815.
Konstitusi tidak mudah dirubah-rubah seperti
peraturan yang lain. Namun demikian, perubahan yang signifikan terhadap
Konstitusi pernah terjadi di Belanda. Pada tahun 1848 Raja William II setuju
untuk merubah Konstitusi yang menyatakan bahwa kekuasaan monarki dikurangi dan
kekuasaan rakyat menjadi lebih besar. Perubahan ini begitu dramatisnya sehingga
"Konstitusi 1848", yang dirancang oleh ahli hukum konstitusional
Thorbecke, dianggap sebagai awal dari lahirnya demokrasi di Belanda. Namun baru
pada tahun 1917 hak untuk memilih dalam pemilu diperluas mencakup semua pria,
sedangkan kaum wanita diberi hak pasif untuk pertamakalinya. Pada tahun 1922,
hak aktif untuk memilih bagi kaum wanita akhirnya ditetapkan dalam Konstitusi
walaupun sudah diusulkan sejak tahun 1919.
Konstitusi yang berlaku di belanda adalah
Konstitusi 1848 , dirancang oleh ahli hukum konstitusional Thorbecke,
konstitusi belanda menitikberatkan pada kekuasaan rakyat. Perubahan
konstitusi kerajaan Belanda terjadi beberapa kali yaitu pada tahun 1814, 1848,
dan 1972. Masalah perubahan konstitusikerajaan ini diatur dalam Bab (Hoofdstak)
XIII dan terdira dari 6 pasal yaitu pasal 193 (210 lama) sampai pada pasal 198
(215 lama). Cara yang dilakukan dalam rangka perubahan itu adalah dengan
memperbesar jumlah anggota staten general parlemen sebanyak dua kali lipat.
Keputusan tentang perubahan atau penambahan tersebut adalah sah apabila
disetujui sejumlah suara yang sama dengan dua pertiga dari yang hadir, akan
tetapi dalam Grondwet (undan-undang dasar) Belanda tahun 1815 prosedur di atas
diperberat, yaitu memenuhi kuorum yakni sekurang-kurangnya setengah dari
anggota sidang staten general ditambah satu (UU 1814 pasal 144). Dengan
demikian perubahan undang-undang dasar adalah sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya setengah oleh jumlah anggota staten general yang telah
dijadikan dua kali lipat ditambah satu.[1]
2.
Suprastruktur
Negara Belanda
A.
Kekuasaan
Eksekutif
Menurut UUD Belanda, kekuasaan eksekutif ada
di tangan Raja/Ratu. Karena Raja/Ratu tidak dapat diganggu gugat
(onschendbaar), maka kekuasaan Pemerintah diletakkan di tangan kabinet yang
dipimpin oleh Perdana Menteri dan menteri-menterinya yang bertanggung jawab
pada parlemen. Para Menteri mengundurkan diri sehari sebelum pemilu yang
diadakan setiap empat tahun sekali. Raja/Ratu hanya bertindak atas nasehat Raad
van Staten (Council of State), juga dapat meminta nasehat dari ketua parlemen,
ketua ketua fraksi dalam parlemen, ketua ketua partai, dan kalangan non
politik. Perdana Menteri diangkat oleh Raja/Ratu dan para Menteri diangkat oleh
Raja/Ratu atas rekomendasi Perdana Menteri.
Pemerintah Provinsi terdiri dari 3 organ,
yaitu :
1)
Provinciale
Staten (Dewan Perwakilan Provinsi)
Anggota-anggota
Provinciale Staten dipilih secara langsung oleh rakyat di provinsi tersebut
untuk masa empat tahun. Provinciale staten berwenang dalam pembuatan peraturan
daerah dan mempunyai wewenang pengawasan terhadap satuan – satuan pemerintahan
yang lebih rendah yang pelaksanaannya diserahkan kepada Gedeputeerde Staten dan
komisi – komisi. Provinciale staten dikepalai orang gubernur. Gubernur ini
tidak merangkap sebagai anggota.
2)
Gedeputeerde
Staten (Badan Pengurus Harian Provinsi)
Gedeputeerde
Staten anggotanya dipilih oleh Provinciale Staten. Gedenputeerde Staten
merupakan badan pimpinan dan pelaksana harian pemerintah provinsi. Gedeputeerde
Staten mempunyai kewajiban untuk melaksanakan keputusan Gedeputeerde Staten dan
mengawasi Gemeente (Kota Madya). Dengan demikian anggaran/keuangan Gemeente dan
lain-lain harus mendapat persetujuan Gedeputeerde Staten.
3)
Commissaris
der Koning/Koningin (Gubernur)
Commissaris
der Koning/Koningin diangkat oleh Raja/Ratu dan menjadi Ketua Gedeputeerde
Staten.
Pemerintah
Gemeente (Kota Madya) mempunyai 3 organ :
a)
Gemeenteraad
(Dewan Kota Madya)
Dipilih oleh
warga yang tinggal di kota tersebut baik penduduk asli, maupun penduduk warga
negara asing. Gemeenteraad berwewenang untuk membuat peraturan daerah.
b)
College van
Burgemeester en Wethouders (Wali Kota dan pelaksana pemerintahan Kota
Madya)
Merupakan
kerjasama kolegial antara walikota dengan dewan kota. Badan ini merupakan badan
yang menyelenggarakan pemerintahan sehari – hari. Badan ini mempunyai wewenang
antara lain : melaksanakan keputusan dewan, memutuskan perselisihan yang timbul
dalam melaksanakan keputusan dewan, mengumumkan dan mengundang keputusan dewan.
B.
Kekuasaan
Legislatif
Dalam kekuasaan legislatif Belanda, Raja/Ratu
menunjuk seorang wakil untuk menjalankan kekuasaan legislatif tersebut. Wakil
yang ditunjuk tersebut yaitu sebagai anggota Tweede Kamer (Majelis Rendah).
Mereka mempunyai hak inisiatif untuk mengajukan rancangan undang - undang. Fungsi
mereka hampir sama dengan fungsi legislatif di Indonesia.
Suatu RUU, setelah mendapat persetujuan Tweede Kamer, harus diajukan kepada Eerste Kamer (Majelis Tinggi) untuk mendapatkan persetujuan. Oleh karena tidak memiliki hak amandemen terhadap suatu RUU, Eerste Kamer hanya dapat menyetujui atau menolaknya. RUU dapat pula diajukan oleh Menteri. RUU yang telah disetujui mulai berlaku diundangkan dalam lembaran negara (staatsblad)
Suatu RUU, setelah mendapat persetujuan Tweede Kamer, harus diajukan kepada Eerste Kamer (Majelis Tinggi) untuk mendapatkan persetujuan. Oleh karena tidak memiliki hak amandemen terhadap suatu RUU, Eerste Kamer hanya dapat menyetujui atau menolaknya. RUU dapat pula diajukan oleh Menteri. RUU yang telah disetujui mulai berlaku diundangkan dalam lembaran negara (staatsblad)
C.
Kekuasaan
Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif mempunyai kedudukan yang bebas
dari dua kekuasaan lainnya. Raja/Ratu hanya memiliki wewenang untuk mengangkat
anggota-anggota yudikatif. Di Belanda terdapat empat tingkat badan pengadilan,
yaitu :
1)
Canton
2)
Rechtbank
3)
Gerechtschof
4)
Hoge
Raad
Anggota-anggota
Hoge Raad diangkat oleh Raja/Ratu dari calon-calon yang diajukan oleh Tweede
Kamer.[2]
3.
Bentuk
Dan Sistem Pemerintahan Belanda
a) Bentuk
Pemerintahan Belanda
Belanda adalah sebuah negara kesatuan. Negara
kesatuan adalah negara
berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya
menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan. Bentuk pemerintahan
kesatuan diterapkan oleh banyak negara di dunia.
Ratu merupakan Kepala Negara yang melambangkan
persatuan Belanda. Ratu terikat pada konstitusi dan fungsinya lebih banyak
bersifat seremonial, namun juga memiliki beberapa kewenangan yang merupakan
kelanjutan dari tradisi the House of Orange.
b) Sistem
Pemerintahan Belanda
Belanda adalah sebuah negara monarkhi
konstitusional. Monarki konstitusional adalah sejenis monarki yang didirikan di bawah sistem konstitusional
yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki
konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica, atau politik tiga serangkai. Ini berarti raja
adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Belanda adalah sebuah negara monarkhi
konstitusional. Ratu merupakan Kepala Negara yang melambangkan persatuan
Belanda. Ratu terikat pada konstitusi dan fungsinya lebih banyak bersifat
seremonial, namun juga memiliki beberapa kewenangan yang merupakan kelanjutan
dari tradisi the House of Orange. Ratu dalam hal ini menunjuk formatur yang
akan membentuk Dewan Menteri (Council of Ministers) setelah dilakukan
pemilihan umum. Pemerintah negara pada dasarnya terdiri dari tiga institusi
utama, yaitu; Ratu, Dewan Menteri, dan Parlemen (States General). Dewan
menteri merencanakan dan melaksanakan kebijakan pemerintahan. Ratu bersama-sama
dengan Dewan Menteri disebut dengan the Crown.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Belanda adalah
parlementer. Sistem pemerintahan parlementer adalah sebuah sistem
pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri. Parlemen
juga dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.[3]
B.
Ketatanegaraan
NKRI
1. Konstitusi NKRI
Konstitusi bangsa Indonesia secara tegas
menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats). Menurut
pemikiran Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara
hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental
rights). Indonesia yang notabene adalah negara hukum. Negara hukum berarti
setiap warga negara harus tunduk dan taat kepada hukum sebagai sarana “problem
solving” masyarakat. Hukum di negara hukum harus menjadi panglima apabila
negeri ini ingin hidup tertib dan terjamin perlindungan hak-hak setiap
warganya.
Agar dapat selalu mengikuti perkembangan dan
pemenuhan akan hak-hak dasar manusia, maka sebuah konstitusi haruslah mempunyai
aspek yang dinamis dan mampu menangkap fenomena perubahan sejarah (historical
change), sehingga dapat menjadikannya sebagai suatu konstitusi yang selalu
hidup (living constitution).
Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama
dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap tindakan,
perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh
konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan basic rights dan konstitusi itu
sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau
kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya.
Mahkamah Konstitusi yang kini melembaga
dalam salah satu struktur lembaga hukum di Indonesia berawal dari fakta
reformasi nasional tahun 1998, dan kemudian hal itu telah membuka peluang
perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (kemudian akan kita sebut UUD RI 1945) yang disakralkan oleh Pemerintah
Orde Baru untuk tidak direvisi.
Setelah reformasi, konstitusi Indonesia
telah mengalami perubahan dalam satu rangkaian empat tahap, yaitu pada tahun
1999, 2000, 2001, dan 2002 (UUD RI 1945). Salah satu perubahan dari UUD RI 1945
adalah dengan telah diadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan
antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan ‘checks and balances’ sebagai
pengganti sistem supremasi parlemen.
Dalam Pasal 24C hasil perubahan ketiga UUD
RI 1945, dimasukkannya ide pembentukan Mahkamah Konstitusi kedalam konstitusi
negara kita sebagai organ konstitusional baru yang sederajat kedudukannya
dengan organ konstitusi lainnya. Fungsi Mahkamah Konstitusi telah dilembagakan
berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU
No. 24, 2003), sejak tanggal 13 Agustus 2003. Amandemen yang dilakukan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana
dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (21) pasal 24c dan pasal 7b
Undang-undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada tanggal 9
November 2001.
Hal ini disahkan dengan adanya ketentuan
Pasal 24C ayat (6) UUD RI 1945 yang menentukan: “Pengangkatan dan pemberhentian
Hakim Konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah
Konstitusi diatur dengan undang-undang.” Oleh karena itu, sebelum Mahkamah
Konstitusi dibentuk sebagai mestinya, Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi
terlebih dahulu ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 13 Agustus 2003 dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4316.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi telah
dilakukan dengan proses rekruitmen calon hakim menurut tata cara yang diatur
dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang berbunyi “Hakim
Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga)
orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan
Keputusan Presiden”.
Mahkamah Konstitusi secara resmi dibentuk
dengan adanya Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 dan setelah pelantikan dan
pengucapan sumpah tanggal 16 Agustus 2003, maka kewenangan transisi Mahkamah
Agung yang dibebani tugas oleh pasal III Aturan Peralihan UUD RI 1945, untuk
melaksanakan segala kewenangan Mahkamah Konstitusi telah berakhir. Untuk itu
akan dibahas kewenangan mahkamah konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan
peranannya sebagai penjaga konstitusi seperti yang diatur dalam UUD RI 1945
dengan meninjau keberadaannya dalam tatanan hukum di Indonesia.[4]
2. Suprastruktur NKRI
Gambar
: Struktur Kelembagaan Sesudah Amandemen UUD 1945.[5]
3.
Sistem
Pemerintahan NKRI
Indonesia mengalami beberapa kali perubahan
sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada
tahun 1945 – 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 – 1950, Indonesia
menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 – 1959,
Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi
liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 – 1966, Indonesia
menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin.
Perubahan dalam sistem
pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan
pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945
diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 –
2002. Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan sebelum terjadi
amandemen dan setelah terjadi amandemen pada UUD 1945.
Ø MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
Ø Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
Ø DPR berperan sebagai pembuat Undang – Undang
Ø BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan
Ø DPA berfungsi sebagai pemberi saran/pertimbangan kepada presiden
/ pemerintahan
Ø MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki aturan yang
diterbitkan pemerintah Kekuasaan legislatif lebih dominan.
Ø Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Ø Rakyat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden
Ø MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
Ø Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota
DPD yang dipilih secar langsung oleh rakyat
Dalam sistem pemerintahaan
presidensiil yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan
politik kurang menjadi perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat terhadap
pemerintahan juga kura begitu berpengaruh karena pada dasarnya terjadi
kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di
tangan presiden. Selain itu, terlalu sering terjadi pergantian pejabat di
kabinet karena presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan itu.
C.
Perbandingan
Ketatanegaraan Belanda dengan NKRI
Secara garis besar Perbandingan Ketatanegaraan Thailan
dengan Negara Kesatuan Repubklik Indonesia adalah sebagai berikut :
Perbedaan
|
Indonesia
|
Belanda
|
Konstitusi
|
UUD 1945
|
Konstitusi 1848
|
Suprastruktur
|
Eksekutif : Presiden dan Wakil Presiden
|
Eksekutif : Ratu
|
Legislatif : DPR, DPD
|
Legislatif : Tweede Kamer (Majelis Rendah)
Eeerste Kamer (Majelis Tinggi)
|
|
Yudikatif : MA, MK
|
Lembaga Yudikatif :
1)
Canton
2)
Rechtbank
3)
Gerechtschof
4)
Hoge
Raad
|
|
Eksaminatif : BPK, KPK
|
||
Lembaga Bantu Negara : Komisi Yudisial
|
||
Sistem Pemerintahan
|
Presidensial
(Demokrasi Multipartai)
|
Parlementer
Monarki Konstitusional
|
Bentuk Negara
|
Republik
|
Kerajaan
|
Kepala Pemerintahan
|
Presiden
|
Perdana Menteri
|
Kepala Negara
|
Presiden
|
Raja/Ratu
|
BAB III
KESIMPULAN / PENUTUP
Negara Belanda atau yang disebut juga
Koninkrijk der Nederlanden memiliki arti secara harfiah adalah Kerajaan Tanah.
Negara Belanda berada di bagian Eropa barat laut. Di sebelah timur negara ini
berbatasan dengan negara Jerman, di sebelah selatan berbatasan dengan Belgia
dan di sebelah berbatasan dengan Laut Utara. Ibukota belanda terdapat di
Amsterdam, Den Haag.
Pemerintahan negeeri Belanda menganut sistem
monarki konstitusional, dimana pemerintahan didirikan di bawah sistem
konstitusional yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki
konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica
atau politik tiga serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis
cabang eksekutif. Jika seorang raja mempunyai kekuasaan pemerintahan yang
penuh, ia disebut monarki mutlak atau monarki absolut.
Karena negara Belanda menganut sistem
pemerintahan monarki konstitusional maka proses pemerintahan ini memiliki suatu
dampak yaitu adakalanya datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta
atau adakalanya proses konstitusional itu berlaku karena adanya revolusi rakyat
terhadap raja.
Pemerintahan Belanda dipegang oleh ratu Beatrix
Wilhelmina Armgard sejak tahun 1980 sampai sekarang. Ratu berhak menunjuk
seorang wakil untuk menjalankan kekuasaan legislatif, yaitu sebagai anggota
Majelis Rendah. Mereka mempunyai hak inisiatif mengajukan rancangan
undang-undang. Dan demikian yang dapat kami tulis,
semoga bermanfaat, dan mohon maaf atas kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Lubis,
M. Solly, Hukum Tata Negara,Bandung, Mandar Maju:1992
Syafiie, Inu Kencana, Andi
Azikin, 2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung: PT. Refika
Aditama
Tutik,
Titik Triwulan.2008.Konstruksi HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,
2008, Jakarta:Kencana
Undang-undang
Dasar Tahun 1945 Amandemen IV
Internet
:
www.dpr.go.id /
K1_kunjungan_Kunjungan_Kerja_Komisi_I_ke_Belanda diakses tanggal 25-10-2013
http://mjieschool.blogspot.com/2008/10/sistem-pemerintahan-pertemuan-1.html diakses tanggal 25-10-2013
http://ampi.wordpress.com/2009/06/03/sistem-parlementer-dan-sistem-presidensial/ diakses
tanggal 28-10-2013
[1] http://serenityyuria.blogspot.com/2012/01/kekuasaan-legislatif-eksekutif-dan.html diakses tanggal 27-10-2013
[2] http://serenityyuria.blogspot.com/2012/01/kekuasaan-legislatif-eksekutif-dan.html diakses tanggal 27-10-2013
[4] Titik Triwulan Tutik, S.h, M.H, Konstruksi HTN Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, 2008, Kencana:Jakartahal 107.
[5] Titik Triwulan Tutik, S.h, M.H, Konstruksi HTN Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, 2008, Kencana:Jakarta hal 20
No comments:
Post a Comment