Skripsi Ilmu Perpustakaan



ABSTRAK

Bambang Suryo Putro. Efektivitas Penerapan Sistem Library Automation Project (LAP) pada Perpustakaan Pengguna. Skripsi. Jakarta : Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Aplikasi Library Automation Project (LAP) adalah program aplikasi data base perpustakaan yang dibuat dengan menggunakan Software Microsoft Office Access. Fasilitas menu yang disajikan pada aplikasi ini yaitu: Form pengadaan koleksi, pengolahan data koleksi, form data anggota perpustakaan, peminjaman dan pengembalian koleksi (sirkulasi), dan penelusuran koleksi perpustakaan. 

Aplikasi Library Automation Project (LAP) setidaknya sudah digunakan oleh 7 perpustakaan yang meliputi Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Universitas dan Perpustakaan Departemen. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Perpustakaan Sekolah Islam Fitrah Al-Fikri Depok, Perpustakaan Universitas Satyagama Jakarta Barat dan Perpustakaan Departemen Perdagangan RI Jakarta.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ..................................................

Baca Selengkapnya Klik Disini



Makalah Partai Politik



Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.

Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi[i]. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.

Baca Selengkapnya Klik Disini



Jurnal Edukasi@Elektro Vol. 5, No. 1, Maret 2009



Perkembangan teknologi pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan teknologi pada umumnya. Berbagai perangkat pendidikan dan sarana pendidikan yang modern turut mendukung optimalisasi proses pembelajaran, baik di tingkat sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi banyak menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan dalam pembelajaran, yang memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi pembelajaran dari proses penyajian berbagai pengetahuan menjadi proses bimbingan dalam melakukan eksplorasi individual terhadap ilmu pengetahuan. Di samping itu juga sangat dimungkinkan perubahan paradigma dari filosofi pembelajaran berpusat kepada guru/dosen (teachers centered) menjadi pembelajaran berpusat pada siswa/mahasiswa (student centered).

Di lihat dari dasar filosofi, pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi yang bertujuan untuk penyampaian pesan/informasi sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan minat serta perhatian peserta didik. Dalam proses pembelajaran, pengembangan materi/bahan ajar dapat melalui berbagai cara, salah satunya adalah pengembangan bahan ajar dengan optimalisasi media. 

Media yang digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam proses pembelajaran sering diistilahkan media pembelajaran. Berbagai upaya untuk menumbuhkan kreativitas dan motivasi guru dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Diharapkan agar program pembelajaran yang direncanakan selayaknya berdasarkan kebutuhan dan karakteristik mahasiswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku mahasiswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Baca Selengkapnya Klik Disini

Artikel : PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI


Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.[2]


          Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu dengan Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan Kedua pada tahun 2000, Perubahan Ketiga pada tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada tahun 2002. Dengan adanya perubahan-perubahan empat kali itu, jumlah materi ketentuan yang semula hanya terdiri atas 71 butir ketentuan atau 71 butir rumusan ayat atau pasal, bertambah menjadi 199 butir ketentuan. Dalam keseluruhan materi ketentuan yang berjumlah 199 butir itu, hanya 25 butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan atau masih sebagaimana aslinya pada saat disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan selebihnya sebanyak 174 butir merupakan materi ketentuan yang sama sekali baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hanya dengan empat kali perubahan, meskipun nama Undang-Undang Dasar ini masih menggunakan nama lama, tetapi isinya telah mengalami perubahan mendasar dalam jumlah yang berlipat-lipat ganda, yaitu 25 berbanding 174 butir ketentuan.

          Hal yang juga sangat penting diperhatikan dalam rangka perubahan-perubahan itu ialah bahwa sekarang, konstitusi yang diberi nama resmi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 ini, menyediakan mekanisme agar norma-norma hukum dasar yang terkandung di dalamnya dapat dijalankan diawasi pelaksanaannya oleh lembaga peradilan yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga yang menetapkan dan/atau mengubah Undang-Undang Dasar, tetapi setelah ditetapkan Mahkamah Konstitusi lah yang ditugaskan untuk mengawalnya. Bahkan jikalau sekiranya dalam rumusan ketentuan UUD itu terdapat kekurangan atau ketidak-jelasan disana-sini, Mahkamah Konstitusi lah yang diberi kewenangan untuk menentukan tafsir yang tepat mengenai hal itu. Karena itu, Mahkamah Konstitusi di berbagai negara biasa disebut sebagai pengawal dan penafsir konstitusi atau “the guardian and the sole and the highest interpreter of the constitution”.

          Hanya saja, harus dipahami bahwa pelaksanaan pengawalan dan penafsiran Undang-Undang Dasar itu oleh Mahkamah Konstitusi dilakukan bukan dengan cara yang tersendiri, melainkan melalui media putusan atas perkara-perkara yang diadilinya. Yang dapat diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi adalah perkara-perkara konstitusi yang berkaitan (i) pengujian konstitusionalitas undang-undang; (ii) sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara; (iii) perselisihan hasil pemilihan umum; (iv) pembubaran partai politik; dan (v) pendapat DPR dalam rangka penuntutan pertanggungjawaban untuk pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945. Putusan-putusan dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan kelima jenis kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut pada pokoknya merupakan wujud konkrit dari fungsi pengawalan dan penafsiran yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap hukum dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

          Baca Selengkapnya Klik Disini



[1] Sambutan dalam rangka Temuwicara Mahkamah Konstitusi dengan Pejabat Pemerintah Daerah se-Indonesia tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jakarta, 7-9 April 2005.
[2] Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Makalah Fiqh Ibadah


Kiblat berasal dari bahasa Arab ( قبلة ) adalah arah yang merujuk ke suatu tempat dimana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Ka’bah juga sering disebut dengan Baitullah (Rumah Allah). Menghadap arah Kiblat merupakan suatu masalah yang penting dalam syariat Islam. Menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka’bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu. 

Pada awalnya, kiblat mengarah ke Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsa Jerusalem di Palestina, namun pada tahun 624 M ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, arah Kiblat berpindah ke arah Ka’bah di Makkah hingga kini atas petunjuk wahyu dari Allah SWT. Beberapa ulama berpendapat bahwa turunnya wahyu perpindahan kiblat ini karena perselisihan Rasulullah SAW di Madinah.

Menghadap ke arah kiblat menjadi syarat sah bagi umat Islam yang hendak menunaikan shalat baik shalat fardhu lima waktu sehari semalam atau shalat-shalat sunat yang lain. Kaidah dalam menentukan arah kiblat memerlukan suatu ilmu khusus yang harus dipelajari atau sekurang-kurangnya meyakini arah yang dibenarkan agar sesuai dengan syariat.

Baca Selengkapnya Klik Disini